Pages

Friday, April 22, 2016

sistem ketatanegaraan republik indonesia

SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
‘’PENDIDIKAN PANCASILA’’







     Disusun oleh:
    Kelompok II / PG.E

Zainul fuadi        210615143    Moderator
Reza Edi Hermawan                  21       210615141    Notulen
Eko rasetyo              210615142    Pemateri


Dosen Pengampu:
Drs. Waris



JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
MARET 2016



KATA PENGANTAR

Puji Syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga diktat ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Diktat ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia. Penulis sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh sebab itu penyusun mengharapkan saran yang membangun agar dapat menjadi acuan dalam penyusunan diktat yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

                        Ponorogo, 14 Maret 2016
                    Penyusun                                                                                                Kelompok II/Pg.e


















DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................I
KATA PENGANTAR...............................................................................................II
DAFTAR ISI.............................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................................1
B.    Rumusan Masalah...........................................................................................1
C.    Tujuan..............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia...................................2
B.    Tujuh Kunci Pokok Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia.......2
C.    Tiga Tap MPR No.3 Tahun 2000.....................................................................5

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan......................................................................................................7
B.    Saran................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................8













BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Secara umum, sistem kenegaraan mengikuti pola pembagian kekuasaan dalam pemerintahan sebagaimana yang dikemukakan oleh Montesquieu dengan teori Trias Politika yang merupakan pengembangan dari doktrin awalnya oleh John Locke. Menurutnya, pada setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ketiga jenis kekuatan tersebut terpisah satu sama lainnya, baik mengenai tugas maupun mengenai alat perlengkapan yang melakukannya.
Dalam perjalananya, sistem ketatanegaraan Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat mendasar terutama sejak adanya amandemen UUD 1945 yang dilakukan MPR pasca Orde Baru. Sejak lengsernya Orde Baru, telah terjadi empat kali amandemen UUD 1945. Sebelum perubahan UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara dalam UUD 1945 adalah Lembaga Kepresidenan, MPR, DPA, DPR, BPK, dan Kekuasaan Kehakiman. Setelah amandemen keseluruhan terhadap UUD 1945, alat kelengkapan negara yang disebut dengan lembaga tinggi negara menjadi delapan lembaga, yakni MPR, DPR, DPD, dan Presiden, MA, MK, KY, dan BPK.

B.    Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia?
2.    Apa Tujuh Kunci Pokok Dalam Sistem Ketatanegaraan republik indonesia?
3.    Apa isi 3 Tap MPR NO.3 Tahun 2000?

C.    Tujuan Pembahasan
1.    Untuk Mengetahui  Pengertian Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
2.    Untuk Mengetahui Tujuh Kunci Pokok Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
3.    Untuk Mengetahui 3 Tap MPR NO.3 Tahun 2000

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Pengertian ketatanegaraan Republik Indonesia menurut kamus besar bahasa indonesia, tata negara adalah sseperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah, bentuk negara dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara. Ketatanegaraan adalah segala sesuatu mengenai tata negara. Menurut hukumnya, tata negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang menyangkut sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahanya serta hak dan kewajiban para warga terhadap pemerintah atau sebaliknya. Dan dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, memerlukan sebuah amandemen Undang-Undang Dasar 1945 demi berhasilnya sistem ketataneegaraan indonesia.
B.    Tujuh Kunci Pokok Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Sistem pemerintahan Indonesia dijelaskan di dalam penjelasan UUD 1945 (sebelum amandemen), yang menyebutkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan Indonesia. Meskipun UUD 1945 telah diamandemen, ketujuh kunci pokok tersebut masih relevan dalam sistem pemerintahan Indonesia dewasa ini. Ketujuh kunci tersebut yaitu:
1.    Indonesia adalah Negara yang Berdasarkan Hukum
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum(rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machts staat). Artinya, setiap tindakan harus berlandaskan hukum, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan tekanan yang dilakukan terhadap hulum juga berarti terdapat kekuasaan. Hal ini terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan perwujudan cita hukum yang menjiwai batang tubuh UUD 1945 maupun dasar hukum yang tidak tertulis.
Yang dimaksud dengan negara hukum bukan hanya dalam arti formal saja, yaitu sebagai penjaga alat dalam menindak segala bentuk kejahatan dan ketidak adilan, tetapi juga dalam arti materiil, yaitu alat dalam menciptakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang sesuai dengan alenia dalam pembukaan UUD 1945.


Ciri-ciri negara berdasarkan hukum da lam arti materiil adalah sebagai berikut:
a.    Adanya pembagian kekuasaan dalam negara; Lihat UUD 1945 pasal 2 ayat(1) 4, 5, 19. 20, 23, dan 24, 24A-C dan pasal-pasal lain sampai amandemen keempat.
b.    Diakuinya hak asasi Manusia yang yang tertuang dalam konstitusi dan peraturan parundang-undangan; Lihat UUD 19945 pasal 27, 28, 28A, 28J 29 ayat (2) dan 31 ayat (1).
c.    Adanya dasar hukum bagi kekuasaan pemerintah (asas legalitas); Lihat UUD 1945 pasal 1 ayat (3).
d.    Adanya peradilan yang bebas dan merdeka serts tidak memihak; Lihat UUD 1945 pasak 24.
e.    Semua warga negara memili kedudukan yang sama dimata hukum dan pemerintahan, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tersebut tn terkecuali, dan berhak mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; Liahatt Uud 1945 Pasal 27 ayat (1) dan (2).
f.    Pemerintah berkewajiban memajukan kesejahteraan umumserta mencerdaskan akyat indonesia; Lihat Uud 1945 pasal tentang Hak Assi Manusi, pasak 31, 33 dan 
1.    Sistem Konstitusional
Pemerintahan indonesia bersifat konstitusional, bukan absolut (tidak terbatas). Pertanyaan  itu menunjukkan bahwa pemerintahan dijalankan menurut sistem konstitutional. Dalam sistem ini, penggunaan kekuasaan secara sah oleh aperatur negara dibatasi secara formal berdasarkan UUD 1945. Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan aperatur negara dan pemerintahan harus bersumber dari UUD 1945 atau undang-undang yang menyelenggarakan UUD 1945..
2.    Kekuasan Negara yang Tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakanakan menurut UUD 1945 (pasal 1 ayat 2 ).badan yang diberi kewenangan untuk melaksanakan kedaulatan ini adalah MPR, yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat indonesia. Majelis ini bertugas menetapkan UUD, serta melantik dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan presiden harus menjalankan haluan negara berdasarkan haluan-haluan yang telah ditetapkan oleh MPR, serta bertanggung jawab kepada majelis ini. Karena ia adalah mandataris MPR, maka dia wajib menjalankan putusan-putusan majelis. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tugas MPR sangat luas dan segala keputusannya mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat. Anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu.
3.    Presiden adalah Penyelenggara Pemerintah Negara yang Tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan rakyat
Pasal 4 ayat 1 UUD1945 menyebutkan bahwa Presiden Republik Indonesia memegangg kekuasaan dan tanggung jawab dalam menjalankan pemerintahan. Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh wakil presiden. Tugas dan kewajiban Presiden dan Wakil Presiden dapat dilihat dalam pasal-pasal UUD 1945 hasil amandemen keempat. 

4.    Presiden Tidak Bertanggung jawab kepada dewan Perwakilan Rakyat.
UUD 1945 telah menggariskan kerja sama antara presiden dan DPR, antara lain erdalam membentuk undang-undang dan menetapkan anggaran serta belanja negara, pengangkatan duta dan konsul, penganugerahan gelar dan tanda jasa, pemerintahan amnesti dan abolisi, dan lain-lain. Dalam perkara-perkara tersebut Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR. Karena itu, Presiden dan DPR harus bekerja sama, tetapi tidak dalam arti presiden bertanggung jawab kepada DPR karena kedudukan presiden tidak tergantung pada DPR. Presiden tidak dapat membekukan atau membubarkan DPR dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden, karena merekan adalah mitra kerja. DPR hanya mengawasi Presiden dalam menjalankan pemerintahan. Tetapi DPR dapat mengajukan usul pemberhentian Presiden kepada MPR.       
5.    Menteri Negara adalah pembantu presiden dan Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat
UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden dibantu oleh mentei-menteri negara dan dapat memberhentikan menteri-menteri negara menurut ketentuan UU (lihat Pasal 17). Menteri-menteri negara itu tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukan mereka tidak tergantung pada DPR tetapi pada Presiden karena mereka adalah pembantu Presiden. Presiden berwenang mengangkat dan memberhentikan menteri. Pembentukan, pengubahan, dan pembaruan kementrian diatur oleh undang-undang. 

6.    Kekuassan kepala Negara Tidak tak terbatas.
Penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa “ Meskipun Kepada Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator, artinya kekuasanya tidak tak terbatas “. Seperti dijelaskan sebelumnya, sistem pemerintahan konstutional tidak bersifat absolut. Keberadaan DPR dan menteri negara dapat mencegah terjadinya pemerintahhan yang absolut atau mutlak. Dalam hal ini kedudukan dan peran DPR sangatlah kuat, karena selain tidak dapat dibubarkan oleh presiden, dia juga berwenang mengajukan usul dan persetujuan pembentukan undang-undang maupun penetapan anggaran dan belanja negara. Selain itu, karena semua anggota DPR adalah anggota MPR dan DPR memiliki wewenang untuk mengadakan sidang istimewa guna untuk meminta pertanggungjawaban jika Presiden benar-benar melanggar haluan yang telah ditetapkan oleh MPR. Jadi jelas bahwa hubungan antara MPRR, DPR, dan Presiden sangat erat. 

C.    Tiga Tap MPR No.3 Tahun 2000
Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, tata urutan peraturan perundang undangan RI:
1.    UUD 1945
 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
2.    Tap MPR
ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR-RI) merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
3.    UU
Undang-undang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat bersama presiden untuk melaksanakan undan-undang dasar 1945 dan perubahannya serta ketetapan majelis permusyawaratan rakyat Republik Indonesia.
4.    Peraturan pemerintah pengganti UU
Dibuat presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    Peraturan pemerintah pengganti undang-undang harus diajukan ke dewan perwakilan rakyat dalam persidangan yang berikut,
b.    Dewan perwakilan rakyat dapat menerima atau menolak perturan pemerintah pengganti undan-undang dengan tidak mengadakan perubahan,
c.    Jika ditolak dewan perwakilan rakyat, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut dengan sendirinya tidak berlaku lagi.
5.    PP
Pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang.
6.    Keppres
Bersifat mengatur dibuat presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengatauran pelaksanaan adminidtrasi negara dan administrasi pemeerintahan.
7.    Peraturan Daerah
Untuk melaksanakan peraturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
    Sistem tatanegara adalah kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yangmenyangkut sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahanya serta hak dan kewajiban para warga terhadap pemerintah atau sebaliknya.
Tujuh Kunci Pokok Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
1.    Idonesia adalah Negara yang Berdasarkan Hukum
2.    Sistem Konstitusional
3.    Kekuasan Negara yang Tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat
4.    Presiden adalah Penyelenggara Pemerintah Negara yang Tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan rakyat
5.    Presiden Tidak Bertanggung jawab kepada dewan Perwakilan Rakyat.
6.    Menteri Negara adalah pembantu presiden dan Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat
7.    Kekuassan kepala Negara Tidak tak terbatas.

Tiga Tap MPR No.3 Tahun 2000
1.    UUD 1945
2.    Tap MPR
3.    UU
4.    Peraturan pengganti pemerintah UU
5.    PP
6.    Keppres
7.    Peraturan Daerah.
B.    Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat mengamalkan dan menanamkan nilai-nilai yang telah dipelajari. Sehingga makalah ini akan benar-benar bermanfaat bagi pembaca maupun orang lain.


DAFTAR PUSTAKA
Elly M. Setiadi, Panduan Kuliyah Pendidikan Pancasila Untuk Terguruan Tinggi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum, 2003.

Saturday, October 10, 2015

BIOGRAFI ABU YAZID AL BUSTOMI

CAH BAGUS

Abu Yazid Al-Bustami, nama lengkapnya adalah Abu Yazid bin Isa bin Syurusan al-Bustami. Beliau dilahirkan sekitar tahun 200 H/814 M di Bustam, salah satu desa di daerah Qumais, bagian Timur Laut Persia.
Dahulu Abu Yazid Al-Bustami bernama Thayfur bin Isa Al-Bisthamy. Kakeknya seorang  majusi namun telah masuk islam.  Ia merupakan salah satu dari tiga bersaudara: Adam, Thayfur dan Ali. Mereka semua ahli zuhud dan ibadat. Sedangkan yang agung budinya adalah Abu Yazid.
Keluarga Abu Yazid termasuk keluarga yang berada di daerahnya tetapi ia lebih memilih hidup sederhana. Sejak dalam kandungan Ibunya, konon kabarnya Abu Yazid telah mempunyai kelainan. Ibunya berkata bahwa ketika dalam perutnya, Abu Yazid akan memberontak sehingga Ibunya muntah kalau menyantap makanan yang diragukan kehalalannya.
Ketika masih kecil, Abu Yazid Al-Bustami sudah gemar belajar berbagai ilmu pengetahuan. Sebelum mempelajari ilmu tasawuf, Abu Yazid Al-Bustami mempelajari ilmu tasawuf, dia belajar agama islam terutama dalam bidang fiqh menurut mazhab Hanafi. Kemudian dia memperoleh pelajaran tentang ilmu tauhid dan ilmu hakikat dari Abu Ali Sindi.
Abu Yazid Al-Bustami adalah seorang tokoh sufi yang membawa paham yang berbeda dengan  ajaran tasawuf yang dibawa oleh para tokoh-tokoh sufi sebelumnya. Ajaran tasawuf yang dibawanya banyak ditentang oleh ulama fiqih dan tauhid, yang menyebabkan dia keluar masuk penjara. Abu Yazid Al-Bustami meninggal di Bustam pada tahun 261 H/875 M.

Pemikiran Tasawuf  Abu Yazid Al-Bustami
Dalam perkembangan tasawuf, yang dipandang sebagai tokoh sufi pertama yang memunculkan persoalan fana dan baqa adalah Abu Yazid Al-Bustami.
Sebagai pahamnya yang dapat dianggap sebagai timbulnya fana dan baqa adalah :
أَعْرِفُهُ بِىْ فَفَنِيْتُ ثُمَّ عَرَفْتُهُ بِهِ فَحَيَيْتُ
Artinya:
“Aku tahu pada tuhan melalui diriku hingga aku fana’ (hancur), kemudian aku tahu pada-nya melalui dirinya maka aku pun hidup.”
جَنَّنِى بِى فَمُتُّ ثُمَّ جَنَّنِىْ بِهِ فَعِشْتُ فَقُلْتُ اَلْجُنُوْنُ بِىْ فَنَاءٌ وَالْجُنُوْنُ بِكَ بَقَاءٌ
Artinya :
“ Ia membuat aku gila pada diriku sehingga aku mati ; kemudian ia membuat aku gila padanya, dan akupun hidup…..aku berkata : Gila pada diriku adalah kehancuran dan gila padamu adalah kelanjutan hidup.”
a.      Fana’
Dari segi bahasa al-fana’ berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana’ berbeda dengan al-fasad (rusak), fana’ artinya tidak nampaknya sesuatu, sedangkan rusak adalah berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain.
Adapun arti fana’ menurut kalangan sufi adalah penghancuran diri (fana’ al-nafs) yaitu perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Pendapat lain mengatakan hilangnya sifat-sifat yang tercela dan yang nampak hanya sifat-sifat terpuji, hilangnya keinginan yang bersifat duniawi dan bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan.

Menurut Abu Yazid al-Bustami, fana’ berarti hilangnya kesadaran akan eksistensi diri pribadi sehingga tidak lagi merasakan kehadiran tubuh jasmaniahnya sebagai manusia, kesadaran menyatu dalam iradah Tuhan tetapi bukan dalam wujud Tuhan.
Dalam proses al-fana’, ada empat situasi yang dialami oleh seseorang yaitu al-sakar, al-satahat, al-zawal al-Hijab dan Ghalab al-Syuhud. Sakar adalah situasi yang terpusat pada satu titik sehingga ia melihat dengan perasaannya. Syatahat secara bahasa berarti gerakan sedangkan dalam istilah tasawuf dipahami sebagai ucapan yang terlontar di luar kesadaran, kata-kata yang terlontar dalam keadaan sakar. Al-Zawal al-Hijab diartikan dengan bebas dimensi sehingga ia keluar dari alam materi dan telah berada di alam ilahiyat dan ghalab al-Syuhud merupakan tingkat kesempurnaan musyahadah.
b.      Baqa’
Baqa’ merupakan akibat dari fana’ yang secara harfiah berarti kekal, sedangkan menurut para sufi, baqa’ adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia karena lenyapnya sifat-sifat manusia.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari fana’ dan baqa’ adalah mencapai penyatuan secara rohaniah dan batiniah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya ada Tuhan dalam dirinya.
c.       Ittihad
Selain pemikirannya mengenai fana’ dan baqa’, Abu Yazid Al-Bustami juga dikenal sebagai penyebar dan pembawa ajaran ittihad dalam tasawuf.
Ittihad artinya bahwa tingkatan tasawuf seorang sufi yang telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Ittihad merupakan suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu.

Dengan fana`-Nya Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi ke hadirat tuhan. Keberadaanya dekat pada tuhan dapat dilihat dari Syathahat yang diucapkan beliau :
لَسْتُ أَتَعَجَّبَ مِنْ حُبِّيْ لَكَ فَأَنَا عَبْدٌ فَقِيْرٌ
وَلَكِنِّيْ أَتَعَجَّبُ مِنْ حُبِّكَ لِيْ وَأَنْتَ مَلِكٌ قَدِيْرٌ
Artinya:
“Aku tidak heran terhadap cintaku pada-mu karena aku hanyalah hamba yang hina, tetapi aku heran terhadap cinta-Mu padaku. Karena engkau adalah Raja Mahakuasa”

Corak Pemikiran Abu Yazid Al-Bustami
Berkembangnya tasawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucian batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah, menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakang teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampil sejumlah sufi yang filosofis atau filosof dan sufis. Konsep-konsep tasawuf mereka disebut tasawuf filsafati yakni tasawuf yang kaya akan pemikiran-pemikiran filsafat.
Salah satu dari tokoh sufi yang memiliki corak pemikiran filsafati atau teosofi yaitu Abu Yazid Al-Bustami. Selain beliau, tokoh sufi lain yang juga dikenal sebagai perintis yaitu Ibn Musarrah dari Andalusia.

Karya-karya Abu Yazid Al-Bustami
Abu Yazid tidak meninggalkan karya tulis, tetapi ia mewariskan sejumlah ucapan dan ungkapan mengenai pemahaman tasawwufnya yang disampaikan oleh murid-muridnya dan tercatat dalam beberapa kitab tasawwuf klasik, seperti ar-Risalah al-Qusyairiyyah, Tabaqat as-Sufiyyah, Kasyf al-Mahjub, Tazkirah al-Auliya, dan al-Luma. Di antara ungkapannya disebut oleh kalangan sufi dengan istilah satahat, yaitu ungkapan sufi ketika berada di pintu gerbang ittihad (kesatuan dengan Allah SWT). Ucapan dan ungkapannya yang digolongkan satahat adalah seperti berikut.

“Maha suci aku, alangkah agung kebesaranku.”
“Tidak ada Tuhan kecuali aku, maka sembahlah aku.”
“Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku.”
Suatu ketika seseorang melewati rumah Abu Yazid dan mengetuk pintu, Abu Yazid bertanya, “Siapa yang engkau cari?” Orang itu menjawab, “Abu Yazid”, Abu Yazid berkata. ”Pergilah, di rumah ini tidak ada, kecuali Allah yang maha kuasa dan Mahatinggi.
Secara harfiah, ungkapan-ungkapan Abu Yazid atau yang juga dikenal Bayazid itu adalah pengakuan dirinya sebagai Tuhan dan atau sama dengan Tuhan. Akan tetapi sebenarnya bukan demikian maksudnya. Dengan ucapannya Aku adalah Engkau bukan ia maksudkan akunya Bayazid pribadi. Dialog yang terjadi sebenarnya adalah monolog. Kata-kata itu adalah firman Tuhan yang disalurkan melalui lidah Bayazid yang sedang dalam keadaan fana’an nafs.